1.
(1) |
Pikiran adalah pelopor dari segala
sesuatu,
pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembentuk. Bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran jahat, maka penderitaan akan mengikutinya, bagaikan roda pedati mengikuti langkah kaki lembu yang menariknya. |
2.
(2) |
Pikiran adalah pelopor dari segala
sesuatu,
pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembentuk. Bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran murni, maka kebahagiaan akan mengikutinya, bagaikan bayang-bayang yang tak pernah meninggalkan bendanya. |
3.
(3) |
“Ia menghina saya,
ia memukul saya, ia mengalahkan saya, ia merampas milik saya.” Selama seseorang masih menyimpan pikiran seperti itu, maka kebencian tak akan pernah berakhir. |
4.
(4) |
“Ia menghina saya,
ia memukul saya, ia mengalahkan saya, ia merampas milik saya.” Jika seseorang sudah tidak lagi menyimpan pikiran-pikiran seperti itu, maka kebencian akan berakhir. |
5.
(5) |
Kebencian tak akan pernah
berakhir,
apabila dibalas dengan kebencian. Tetapi, kebencian akan berakhir, Bila dibalas dengan tidak membenci. Inilah satu hukum abadi. |
6.
(6) |
Sebagian besar orang tidak
mengetahui bahwa,
dalam pertengkaran mereka akan binasa; tetapi mereka, yang dapat menyadari kebenaran ini; akan segera mengakhiri semua pertengkaran. |
7.
(7) |
Seseorang yang hidupnya hanya
ditujukan pada hal-hal yang menyenangkan,
yang inderanya tidak terkendali, yang makannya tidak mengenal batas, malas serta tidak bersemangat, maka Mara (Penggoda) akan menguasai dirinya. bagaikan angin yang menumbangkan pohon yang lapuk. |
8.
(8) |
Seseorang yang hidupnya tidak
ditujukan pada hal-hal yang menyenangkan,
yang inderanya terkendali, sederhana dalam makanan, penuh keyakinan serta bersemangat, maka Mara (Penggoda) tidak dapat menguasai dirinya. bagaikan angin yang tidak dapat menumbangkan gunung karang. |
9.
(9) |
Barang siapa yang belum bebas,
dari kekotoran-kekotoran batin. yang tidak memiliki pengendalian diri, serta tidak mengerti kebenaran. sesungguhnya tidak patut, ia mengenakan jubah kuning. |
10.
(10) |
Tetapi, ia yang telah dapat,
membuang kekotoran-kekotoran batin, teguh dalam kesusilaan. memiliki pengendalian diri. serta mengerti kebenaran. maka sesungguhnya ia patut, mengenakan jubah kuning. |
11.
(11) |
Mereka yang menganggap,
ketidak-benaran sebagai kebenaran. dan kebenaran sebagai ketidak-benaran. maka mereka yang mempunyai, pikiran keliru seperti itu, tak akan pernah dapat, menyelami kebenaran. |
12.
(12) |
Mereka yang mengetahui,
kebenaran sebagai kebenaran. dan ketidak-benaran sebagai ketidak-benaran, maka mereka yang mempunyai, pikiran benar seperti itu, akan dapat menyelami kebenaran. |
13.
(13) |
Bagaikan hujan,
yang dapat menembus rumah beratap tiris. demikian pula nafsu, akan dapat menembus pikiran yang tidak dikembangkan dengan baik. |
14.
(14) |
Bagaikan hujan,
yang tidak dapat menembus rumah beratap baik. demikian pula nafsu, tidak dapat menembus pikiran yang telah dikembangkan dengan baik. |
15.
(15) |
Di dunia ini ia bersedih hati.
di dunia sana ia bersedih hati. pelaku kejahatan akan bersedih hati, di kedua dunia itu. ia bersedih hati dan meratap, karena melihat perbuatannya sendiri, yang tidak bersih. |
16.
(16) |
Di dunia ini ia bergembira.
Di dunia sana ia bergembira. Pelaku kebajikan, bergembira di kedua dunia itu. Ia bergembira dan bersuka cita karena, melihat perbuatannya sendiri yang bersih. |
17.
(17) |
Di dunia ini ia menderita.
Di dunia sana ia menderita. Pelaku kejahatan menderita di kedua dunia itu. Ia meratap ketika berpikir, “Aku telah berbuat jahat,”, dan ia akan lebih menderita lagi, ketika berada di alam sengsara. |
18.
(18) |
Di dunia ini ia bahagia.
Di dunia sana ia berbahagia. Pelaku kebajikan, berbahagia di kedua dunia itu. Ia akan berbahagia ketika berpikir, “Aku telah berbuat bajik”, dan ia akan lebih berbahagia lagi, ketika berada di alam bahagia. |
19.
(19) |
Biarpun seseorang banyak membaca
kitab suci,
tetapi tidak berbuat sesuai ajaran, maka orang lengah itu, sama seperti gembala sapi yang menghitung sapi milik orang lain. Ia tak akan memperoleh, manfaat kehidupan suci. |
20.
(20) |
Biarpun seseorang sedikit membaca
kitab suci,
tetapi berbuat sesuai dengan ajaran, menyingkirkan nafsu indria, kebencian dan ketidaktahuan, memiliki pengetahuan benar, dan batin yang bebas dari nafsu, tidak melekat pada apapun, baik di sini maupun di sana; maka ia akan memperoleh, manfaat kehidupan suci. |
Jumat, 15 September 2017
SYAIR-SYAIR KEMBAR - Yamaka Vagga
5 fakta menarik dalam Buddhisme yang kita kenal Agama Buddha
1.
Agama Buddha sebenar nya bukanlah agama,
melainkan filsafat. Karena agama mengharuskan untuk percaya sedangan Buddha
sendiri tidak menyuruh kita untuk percaya melainkan Ehipasshiko yaitu datang,
lihat dan buktikan sendiri. apakah ajaran nya benar? apakah berguna buat anda?
apakah tidak merugikan makluk lain? Sekiranya benar ada nya bermanfaat untuk
anda maka anda boleh menerima nya. Apabila anda tidak merasa berguna dan tidak
masuk akal Buddha menyuruh kita untuk tidak percaya. Tiada paksaan bagi kita
untuk percaya, the choice is yours, Buddha hanya menunjukan jalan nya saja,
Tinggal kita punya kesadaran engga buat jalanin nya
Aku tidak mengajar untuk menjadikan
mu muridku,
aku tidak tertarik menjadikan mu muridku,
aku bahkan tak tertarik mengubah tujuan
hidupmu,
karena setiap orang ingin lepas dari
penderitaan.
Cobalah apa yang aku temukan ini dan
nilai lah oleh dirimu sendiri
jika itu baik bagimu terimalah, jika
tidak jangan engkau terima.
(Buddha Sakyamuni)
Tidak berbuat kejahatan,
banyak berbuat kebajikan,
sucikan hati dan pikiran,
ini adalah inti ajaran para Buddha
(Buddha Sakyamuni)
Tidak berbuat kejahatan,
banyak berbuat kebajikan,
sucikan hati dan pikiran,
ini adalah inti ajaran para Buddha
2.
Umat Buddha bukan lah penyembah patung, dalam
Buddhisme sering kali umat lain mengganggap agama Buddha penyembah berhala,
sesat dan lain2. Sebenarnya patung yang kita sujudt itu hanya visualisasi simbol dari Buddha,
kita bersujud hanya berhormat pada "Jasa" Buddha yang telah menjadi
"Guru" (bukan Tuhan). Layak nya kita menghormat bendera merah putih
tuk menghormat "Jasa" pahlawan bukan memberhalakan pahlawan yang
telah gugur.
3.
Tuhan dalam Buddhisme adalah yang tak terdefinisikan,
Buddha mengajaran Tuhan itu adalah
sesuatu yang tak diciptakan, tak berawal, tak berbentuk, kosong tapi ada, ada
tapi kosong... Manusia belum sampai pengetahuan dan kuasa untuk tahu apa itu Tuhan,
tapi hanya bisa di selami, diketahui untuk yang batin nya sudah tercerahkan,
tersadarkan..
4.
Semua orang bisa jadi Buddha? caranya? mengikuti
8 jalan kebenaran
1.
Pandangan Benar
Cara yang tepat untuk berpikir
tentang hidup adalah melihat dunia melalui mata Sang Buddha dengan kebijaksanaan dan belas kasihan.
2.
Pikiran Benar
Kita adalah apa yang kita pikirkan.
Pikiran-pikiran yang jernih dan baik membangun karakter-karakter yang baik dan kuat.
3.
Ucapan Benar
Dengan mengucapkan kata-kata yang baik dan bermanfaat, kita dihormati dan
dipercaya oleh semua orang.
4.
Perilaku Benar
Tidak peduli apa yang kita katakan, orang lain mengenal kita dari cara
kita berperilaku. Sebelum kita mengkritik orang lain, pertama-tama kita harus
melihat kelakuan kita sendiri.
5.
Penghidupan Benar
Ini berarti memilih pekerjaan
yang tidak menyakiti orang lain.
Sang Buddha berkata, "Jangan mencari nafkah Anda dengan merugikan
orang lain.
Jangan mencari kebahagiaan
dengan membuat orang lain tidak bahagia."
6. Usaha
Benar
Sebuah kehidupan yang berharga berarti melakukan yang terbaik setiap
saat dan memiliki niat baik terhadap orang lain. Ini juga berarti tidak
menyia-nyiakan upaya pada hal-hal yang merugikan diri sendiri dan orang lain.
7.
Perhatian Benar
Ini berarti sadar akan pikiran,
kata-kata, dan perbuatan kita.
8.
Konsentrasi Benar
Fokus pada satu pikiran atau objek pada satu waktu. Dengan melakukan ini,
kita bisa tenang dan mencapai kedamaian pikiran yang sejati.
Dan bukan hanya itu saja kita harus berkesadaran tinggi dan melenyapkan
tiga akar kejahatan yaitu nafsu kemelekatan duniawi, kebencian dan kebodohan
batin.
Ini adalah cara untuk mengakhiri reinkarnasi yang terus menerus, reinkarnasi yang terus menerus adalah penderitaan, pangeran Sidharta pun muak lalu ia meditasi sampai pencerahan dan menjadi Buddha, nah dalam Buddhisme, surga dan neraka pun tidak kekal semua tergantung karma yang kita buat, setelah karma kita semua berbuah disana kita terlahir kembali menjadi manusia atau mahkluk lain nya, Kecuali sang Buddha yang telah mencapai Nibbana yang telah kekal, yang merupakan kebahagiaan sejati untuk selama lamanya.
Ini adalah cara untuk mengakhiri reinkarnasi yang terus menerus, reinkarnasi yang terus menerus adalah penderitaan, pangeran Sidharta pun muak lalu ia meditasi sampai pencerahan dan menjadi Buddha, nah dalam Buddhisme, surga dan neraka pun tidak kekal semua tergantung karma yang kita buat, setelah karma kita semua berbuah disana kita terlahir kembali menjadi manusia atau mahkluk lain nya, Kecuali sang Buddha yang telah mencapai Nibbana yang telah kekal, yang merupakan kebahagiaan sejati untuk selama lamanya.
5. Sebagian umat awam melihat kelenteng, barongsai,
naga, hio, dupa dan lain2 sebenar nya bukan lau pure Buddhisme, melainkan
asimilasi tradisi dari China, semasa Buddha hidup dia tak pernah minta di buatin
patung, minta di sembah dan lain-lain.
FAQ:
Dalam agama Buddha dipercayai bahwa adanya suatu proses kelahiran kembali
(Punabbhava). Semua makhluk hidup yang ada di alam semesta ini akan terus
menerus mengalami tumimbal lahir selama makhluk tersebut belum mencapai tingkat
kesucian Arahat. Alam kelahiran ditentukan oleh karma makhluk tersebut; bila ia
baik akan terlahir di alam bahagia, bila ia jahat ia akan terlahir di alam yang
menderitakan. Kelahiran kembali juga dipengaruhi oleh Garuka Kamma yang artinya
karma pada detik kematiannya, bila pada saat ia meninggal dia berpikiran baik
maka ia akan lahir di alam yang berbahagia, namun sebaliknya ia akan terlahir
di alam yang menderitakan, sehingga segala sesuatu tergantung dari karma
masing-masing.
Jumat, 08 September 2017
Kebencian Pencuri Kebahagiaan
Kita hidup berbahagia karena tanpa membenci di tengah-tengah orang yang penuh kebencian.Di antara orang-orang yang saling membenci kita hidup tanpa kebencian.(Dhammapada, Sukha Vagga 197)
Kebencian atau dosa dalam bahasa Pāḷi merupakan salah satu bentuk kekotoran batin yang menjadi akar dari kejahatan, selain lobha (keserakahan) dan moha (kegelapan batin). Dengan adanya kebencian yang muncul dalam diri seseorang, maka akan memunculkan kemarahan, iri hati, jengkel, dan dendam, sehingga perbuatan yang dilakukan lewat tubuh, ucapan, dan pikiran menjadi tidak terkendali dan tidak sesuai dengan Dhamma ajaran Buddha, misalnya ucapannya kasar, dengan tangannya ia memukul, pikirannya menjadi keruh, penuh dendam, dan mengharapkan orang lain celaka.
Dalam
hidup ini tentu kita semua pernah mengalami dibenci oleh seseorang atau
bahkan membenci seseorang. Dibenci seseorang bukanlah merupakan
keburukan atau kejahatan, melainkan merupakan buah atau akibat dari
perbuatan buruk yang sudah kita lakukan di waktu lampau (kamma vipāka),
jadi kita tidak perlu takut akan hal ini. Sedangkan membenci seseorang
inilah yang merupakan keburukan/kejahatan, jadi takutlah akan hal ini.
Sebab munculnya kebencian
Apakah
yang membuat munculnya kebencian dalam diri? Penyebab munculnya
kebencian adalah karena kita pernah dirugikan orang lain, sedang
dirugikan orang lain, dan akan dirugikan orang lain. Selain itu
kebencian bisa muncul dalam diri adalah karena seseorang yang kita
sayangi pernah dirugikan orang lain, sedang dirugikan orang lain, dan
seseorang yang kita sayangi akan dirugikan orang lain, atau karena orang
yang tidak kita sukai pernah dibantu orang lain, sedang dibantu orang
lain dan karena orang yang tidak kita sukai akan dibantu orang lain,
atau karena iri hati, merasa tidak senang atau tidak suka dengan
kebahagiaan makhluk lain, atau karena merasa tersinggung/ terganggu
sehingga seseorang menjadi marah dan penuh kebencian. Hal ini tentunya
disebabkan karena besarnya ego/keakuan di dalam diri seseorang.
Akibat dan kerugian seseorang yang memiliki sifat kebencian
Seseorang
yang mempunyai sifat membenci, marah, jengkel atau mempunyai sifat
pendendam, ada beberapa kerugian yang akan diterimanya. Dalam kitab suci
Aṅguttara Nikāya, Buddha menjelaskan akibat dan kerugian bagi seseorang
yang memiliki sifat membenci, yaitu;
1. Ia akan kelihatan jelek meskipun berbusana rapi.
2. Ia akan terbujur kesakitan (tidak bisa tidur nyenyak meskipun tidur di kasur yang empuk sekalipun).
3. Ia hanya akan melakukan perbuatan yang akan membawa pada kerusakan dan penderitaan.
4. Ia akan menghabiskan kekayaan yang diperolehnya dengan susah payah dan bahkan bisa berurusan dengan hukum.
5. Ia akan kehilangan nama baiknya.
6. Ia akan dijauhi teman, saudara dan orang-orang yang dikasihinya.
7. Setelah meninggal dan tubuhnya hancur akan terlahir di alam yang menderita.
Kalau
kita mau merenungkan lebih dalam, sesungguhnya tidak ada untungnya kita
menyimpan kebencian, kejengkelan, kemarahan maupun dendam di dalam
diri, karena hal ini akan membuat diri sendiri jauh dari kedamaian,
ketenangan dan kebahagiaan. Lebih lanjut ketika seseorang menyimpan
kebencian, kejengkelan atau dendam dalam dirinya dan memiliki niat buruk
atau jahat kepada orang lain, sebelum ia mencelakai orang lain dengan
kemarahannya, sesungguhnya ia telah melukai dan menyakiti dirinya
sendiri. Hal ini diibaratkan seperti kita meraup arang yang sedang
membara untuk melempar orang lain, tangan kitalah yang akan terbakar
terlebih dahulu sebelum kita sempat mencelakai orang lain. Hal itu sama
dengan kita meraup kotoran untuk melempar orang lain, tentu tangan kita
sendiri yang lebih dulu berbau kotoran busuk sebelum sempat dilemparkan
ke orang lain. Jadi, singkirkan dan buanglah jauh-jauh kebencian di
dalam diri, karena dengan demikian kita akan menjadi damai, tenang, dan
bahagia.
Cara mencegah munculnya kebencian
Kebencian
adalah sikap mental yang tidak sehat dan hanya menyebarkan kegelapan
dan menghalangi pengertian benar. Kebencian merintangi; kasih
membebaskan. Kebencian mencekik; kasih melapangkan. Kebencian membawa
kegetiran; kasih membawa damai. Kebencian menghasut; kasih menenangkan,
melegakan, menghangatkan. Kebencian memisahkan; kasih menyatukan.
Kebencian membawa kekerasan; kasih melembutkan. Kebencian menjatuhkan;
kasih menolong. Dengan menyadari nilai-nilai kasih, kita seharusnya
menghilangkan kebencian.
Dalam kitab suci
Aṅguttara Nikāya V, 161. Buddha menjelaskan ada lima hal yang bisa kita
lakukan untuk menghilangkan kebencian, yaitu:
1. Mettā: Cinta kasih harus dikembangkan.
2. Karuṇā: Welas asih/belas kasihan harus dikembangkan.
3. Upekkhā: Keseimbangan batin harus dikembangkan.
4. Asati-amanasikara: Berusaha melupakan kebencian itu.
5. Kammasakata: Merenungkan tentang kepemilikan kamma masing-masing (tanggung jawab kamma).
Dengan
sering kita memancarkan mettā di dalam diri kepada semua makhluk, maka
kebencian tidak akan masuk ke dalam batin, sehingga kita tidak akan
menjadi marah, jengkel, dendam, dan penuh kebencian. Selain itu ada
banyak manfaat yang bisa kita peroleh dengan sering mengembangkan mettā.
Hal ini dijelaskan oleh Buddha dalam Kitab Suci Aṅguttara Nikāya XI,
16. Ada sebelas manfaatnya, yaitu: Tidur dengan nyenyak. Tidak ada mimpi
buruk. Dicintai oleh manusia. Dicintai oleh makhluk bukan manusia
(binatang, makhluk halus, dan lain-lain). Akan dilindungi para dewa.
Api, racun dan senjata tidak bisa melukainya. Pikirannya mudah
terkonsentrasi. Kulit wajahnya jernih. Akan meninggal dengan tenang
(tidak bingung). Jika tidak menembus lebih tinggi, maka akan terlahir
kembali di alam brahma.
Oleh karena itu,
marilah bersama-sama menjauhkan diri dan meninggalkan kebencian di dalam
diri dan selalu mengembangkan cinta kasih/ mettā setiap saat. Cara yang
paling mudah untuk mengembangkan mettā adalah dengan sering-sering
mengucapkan perenungan kata-kata di dalam batin kita demikian; “semoga
semua makhluk hidup berbahagia, semoga semua makhluk hidup berbahagia”
kapanpun dan dimanapun kita berada, baik pada waktu kita sedang duduk,
berdiri, berjalan maupun berbaring. Atau dapat juga dengan membaca
paritta Karaṇīyamettā Sutta atau Khandha Paritta beserta artinya.
Jangan
biarkan kebahagiaan kita menjadi berkurang bahkan hilang hanya karena
kebencian, kemarahan, kejengkelan, dendam atau iri hati muncul dalam
batin kita. Semoga kita semua terbebas dari dibenci dan membenci,
terbebas dari didengki dan mendengki, terbebas dari menyakiti dan
disakiti, terbebas dari penderitaan batin dan jasmani, terbebas dari iri
hati, keserakahan, dan kegelapan batin.
Kamis, 24 Agustus 2017
8 Tips Hidup Bahagia & Sejahtera dalam Ajaran Buddha
Jika seseorang ditanya: “Apakah tujuan hidup anda?”, umumnya ia akan menjawab secara singkat: “Ingin hidup bahagia dan sejahtera.” Demikianlah, semua orang di dunia ini umumnya menginginkan kebahagiaan dan kesejahteraan. Sebagai salah satu pedoman kehidupan manusia, ajaran agama di dunia ini juga mengajarkan jalan menuju kebahagiaan dan kesejahteraan bagi para praktisinya, tak terkecuali ajaran Buddha.
Tujuan utama ajaran Buddha adalah kebahagiaan dan kesejahteraan yang melampaui duniawi (Nibbana), namun bukan berarti Sang Buddha tidak mengajarkan jalan menuju kebahagiaan dan kesejahteraan duniawi. Dhamma yang diajarkan Sang Buddha bersifat universal yang juga bertujuan pada kebahagiaan yang bisa dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, untuk para umat awam yang masih menginginkan kebahagiaan dan kesejahteraan yang terlihat dalam kehidupan saat ini dan yang akan datang, Sang Buddha mengajarkan beberapa tips bagi kita agar dapat menjalani kehidupan yang bahagia dan sejahtera lahir dan batin. Ini adalah 8 hal yang perlu diperhatikan dan dijalankan dalam kehidupan kita sehari-hari sebagai umat awam:
1. Bekerja dan berusaha dengan tekun dan gigih
Tak diragukan lagi syarat pertama untuk hidup bahagia adalah bekerja dan berusaha, yaitu menjalankan mata pencaharian yang baik dengan tekun dan gigih. Bagi yang bekerja sebagai pegawai atau karyawan, ini berarti ia bekerja dengan baik sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya, tidak melalaikan kewajibannya sebagai pegawai atau karyawan, dan memiliki inisiatif dalam bekerja sehingga apa pun pekerjaan yang diberikan atasan dapat diselesaikan dengan baik. Bagi yang memiliki usaha sendiri, ia seharusnya memiliki kemampuan mengatur dan mengelola usahanya dengan baik.
Dengan bekerja dan berusaha secara tekun dan gigih, tidak hanya seseorang memperoleh hasil yang maksimal, tetapi juga mencapai kepuasan batin dalam melakukan pekerjaan atau usahanya tersebut.
2. Menjaga dan melindungi kekayaan yang telah diperoleh
Setelah bekerja dengan tekun dan gigih sehingga berhasil mengumpulkan harta kekayaan yang mencukupi, hal yang tak kalah pentingnya adalah menjaga dan melindungi kekayaan tersebut agar terhindar dari kehilangan yang disebabkan oleh penyitaan oleh negara (karena tidak membayar pajak atau melakukan korupsi misalnya), pencurian atau perampokan, musibah dan bencana alam, dan pewaris yang tidak dapat mengembangkannya (misalnya suka berfoya-foya saja).
3. Menjalin persahabatan yang baik
Manusia adalah makhluk sosial dan tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang. Di mana pun dan kapan pun kita berada, kita selalu berhubungan dengan orang-orang di sekitar kita. Salah satunya yang paling dekat dengan kita disebut para sahabat. Namun tidak semua orang bisa dijadikan sahabat baik, seperti mereka yang tamak dan serakah, banyak bicara tetapi tidak berbuat apa-apa, suka menyanjung alias penjilat, dan suka berfoya-foya. Mereka yang suka membantu, selalu ada di saat senang dan susah, menunjukkan jalan yang benar, dan selalu bersimpati adalah orang-orang yang dapat diandalkan sebagai sahabat baik.
Selain itu, dengan bergaul dengan para sahabat yang berperilaku dan bermoral, berkeyakinan yang baik, dermawan, dan bijaksana, seseorang juga berusaha untuk meneladani mereka dalam kebajikan-kebajikan tersebut. Dengan demikian, ia tidak hanya mendapatkan sahabat baik, melainkan juga memberikan persahabatan yang baik bagi para sahabatnya sehingga dapat mendatangkan lebih banyak sahabat-sahabat baik lainnya. Maka ini akan membuat seseorang hidup lebih bahagia daripada hidup berkelimpahan harta namun tanpa seorang sahabat pun.
4. Seimbang dalam pemasukan dan pengeluaran
Selain dapat menjaga dan melindungi hasil keringatnya sendiri dengan baik, maka seseorang juga harus mampu menjaga keseimbangan antara pemasukan dan pengeluarannya. Ia tidak boros dalam pengeluarannya, tetapi juga tidak pelit. Ia pandai mengatur pengeluarannya berdasarkan pemasukan yang diterima sehingga tidak besar pasak daripada tiang.
Terdapat suatu tips pengeluaran yang baik secara Buddhis, yaitu dari empat bagian pemasukan atau penghasilan seseorang, ia dapat menggunakan satu bagian untuk dinikmati sepuasnya, dua bagian untuk mengembangkan pekerjaan dan usahanya (sebagai modal usaha misalnya), dan satu bagian sisanya untuk ditabung sehingga dapat digunakan untuk keperluan mendadak.
Untuk menjaga agar pengeluaran tidak terbuang percuma, seseorang juga perlu menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan merosotnya kekayaan, yaitu suka minum minuman keras dan ketagihan obat-obatan terlarang, berkeliaran di jalanan pada waktu yang tidak pantas, mengunjungi tempat-tempat hiburan dan bermain perempuan, berjudi, pergaulan yang salah, dan kemalasan.
Hanya dengan memenuhi dan menjalankan empat tips di atas sudah dapat menjamin kebahagiaan dan kesejahteraan dalam kehidupan duniawi yang dapat dinikmati saat ini, namun sebagai seorang Buddhis empat tips berikutnya juga seharusnya dilaksanakan untuk memperoleh kebahagiaan dan kesejahteraan dalam kehidupan spiritual baik pada saat ini maupun yang akan datang.
5. Memiliki keyakinan
Keyakinan adalah landasan utama dalam kehidupan spiritual Buddhis. Dalam hal ini seseorang memiliki keyakinan terhadap Buddha sebagai guru junjungan agung semua makhluk yang telah tercerahkan sempurna, Dhamma sebagai pedoman utama dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, dan Sangha sebagai suri teladan dalam mempraktekkan ajaran Buddha tersebut. Dengan keyakinan yang demikian, ia berlindung kepada Sang Tiratana dalam pengertian yang benar, yaitu:
(a) Berlindung kepada Buddha dengan meneladani sifat belas kasih dan kebijaksanaan agung Beliau dalam kehidupan sehari-harinya.
(b) Berlindung kepada Dhamma dengan mempelajari dan mempraktekkan ajaran Sang Guru hingga merasakan manfaat nyatanya dalam kehidupan sehari-hari.
(c) Berlindung kepada Sangha dengan meneladani para siswa mulia Sang Buddha sebagai panutan praktek Dhamma dalam kehidupan sehari-hari (sesuai dengan kapasitas kita sebagai umat awamnya tentunya).
6. Berperilaku baik dan bermoral
Seseorang berperilaku baik dan bermoral dengan menjalankan lima pelatihan moral bagi umat awam Buddhis, yaitu menghindari pembunuhan, pencurian, hubungan seksual yang salah (berzinah, berselingkuh, dan berbuat asusila), ucapan tidak benar, serta ketagihan minuman keras dan obat-obatan terlarang. Tidak hanya menghindari perbuatan-perbuatan buruk ini, ia juga melakukan perbuatan-perbuatan baik dengan mengembangkan cinta kasih terhadap kehidupan semua makhluk, menghargai dan menjaga kepemilikan orang lain, menghormati dan menjaga keharmonisan hubungan pasangan, mengembangkan kejujuran dan integritas diri, serta menjaga kewaspadaan dan kesadaran setiap saat. Inilah yang disebut sempurna dalam perilaku dan moralitas yang dapat mendatangkan kebahagiaan dan kesejahteraan pada kehidupan saat ini dan kehidupan mendatang.
7. Dermawan dan suka menolong
Seorang yang dermawan berarti ia tidak kikir dan pelit, suka memberi dan berbagi baik kepada yang membutuhkan maupun untuk melepas keterikatan pada kepemilikan pribadi. Ia juga suka membantu mereka yang sedang dalam kesulitan tanpa diminta dan tanpa mengharapkan pamrih. Kebahagiaan yang diperoleh dari memberi dengan melepas dan membantu dengan kerelaan ini tidak ternilai harganya dibandingkan kebahagiaan-kebahagiaan dari pencapaian duniawi mana pun.
8. Bijaksana
Untuk hidup bahagia, tidak cukup hanya menjadi orang baik saja, tetapi juga harus bijaksana dalam menghadapi berbagai permasalahan dan realita kehidupan yang pelik di dunia ini. Ini bukan sekedar kebijaksanaan dalam menyelesaikan masalah-masalah kehidupan yang diperoleh melalui pengetahuan dan pengalaman hidup, melainkan kebijaksanaan dalam memandang berbagai fenomena kehidupan yang timbul dan lenyap sebagaimana adanya, yang tidak kekal, tidak memuaskan dan bukan diri. Kebijaksanaan ini diperoleh melalui pengembangan batin secara meditatif terhadap semua fenomena kehidupan sehingga tercapailah kebahagiaan dan kesejahteraan sejati yang melampaui semua jenis kebahagiaan dan kesejahteraan yang ada di dunia.
Inilah delapan tips untuk meraih kebahagiaan dan kesejahteraan sebagai mereka yang masih menggeluti kesibukan duniawi. Namun demikian, jika kedelapan poin di atas dijalankan dengan sempurna, tidak hanya kebahagiaan dan kesejahteraan duniawi seperti kekayaan dan kemakmuran serta kenikmatan dan kepuasan indera yang ia peroleh, tetapi juga kebahagiaan dan kesejahteraan spiritual di saat ini dan masa yang akan datang.
Tujuan utama ajaran Buddha adalah kebahagiaan dan kesejahteraan yang melampaui duniawi (Nibbana), namun bukan berarti Sang Buddha tidak mengajarkan jalan menuju kebahagiaan dan kesejahteraan duniawi. Dhamma yang diajarkan Sang Buddha bersifat universal yang juga bertujuan pada kebahagiaan yang bisa dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, untuk para umat awam yang masih menginginkan kebahagiaan dan kesejahteraan yang terlihat dalam kehidupan saat ini dan yang akan datang, Sang Buddha mengajarkan beberapa tips bagi kita agar dapat menjalani kehidupan yang bahagia dan sejahtera lahir dan batin. Ini adalah 8 hal yang perlu diperhatikan dan dijalankan dalam kehidupan kita sehari-hari sebagai umat awam:
1. Bekerja dan berusaha dengan tekun dan gigih
Tak diragukan lagi syarat pertama untuk hidup bahagia adalah bekerja dan berusaha, yaitu menjalankan mata pencaharian yang baik dengan tekun dan gigih. Bagi yang bekerja sebagai pegawai atau karyawan, ini berarti ia bekerja dengan baik sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya, tidak melalaikan kewajibannya sebagai pegawai atau karyawan, dan memiliki inisiatif dalam bekerja sehingga apa pun pekerjaan yang diberikan atasan dapat diselesaikan dengan baik. Bagi yang memiliki usaha sendiri, ia seharusnya memiliki kemampuan mengatur dan mengelola usahanya dengan baik.
Dengan bekerja dan berusaha secara tekun dan gigih, tidak hanya seseorang memperoleh hasil yang maksimal, tetapi juga mencapai kepuasan batin dalam melakukan pekerjaan atau usahanya tersebut.
2. Menjaga dan melindungi kekayaan yang telah diperoleh
Setelah bekerja dengan tekun dan gigih sehingga berhasil mengumpulkan harta kekayaan yang mencukupi, hal yang tak kalah pentingnya adalah menjaga dan melindungi kekayaan tersebut agar terhindar dari kehilangan yang disebabkan oleh penyitaan oleh negara (karena tidak membayar pajak atau melakukan korupsi misalnya), pencurian atau perampokan, musibah dan bencana alam, dan pewaris yang tidak dapat mengembangkannya (misalnya suka berfoya-foya saja).
3. Menjalin persahabatan yang baik
Manusia adalah makhluk sosial dan tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang. Di mana pun dan kapan pun kita berada, kita selalu berhubungan dengan orang-orang di sekitar kita. Salah satunya yang paling dekat dengan kita disebut para sahabat. Namun tidak semua orang bisa dijadikan sahabat baik, seperti mereka yang tamak dan serakah, banyak bicara tetapi tidak berbuat apa-apa, suka menyanjung alias penjilat, dan suka berfoya-foya. Mereka yang suka membantu, selalu ada di saat senang dan susah, menunjukkan jalan yang benar, dan selalu bersimpati adalah orang-orang yang dapat diandalkan sebagai sahabat baik.
Selain itu, dengan bergaul dengan para sahabat yang berperilaku dan bermoral, berkeyakinan yang baik, dermawan, dan bijaksana, seseorang juga berusaha untuk meneladani mereka dalam kebajikan-kebajikan tersebut. Dengan demikian, ia tidak hanya mendapatkan sahabat baik, melainkan juga memberikan persahabatan yang baik bagi para sahabatnya sehingga dapat mendatangkan lebih banyak sahabat-sahabat baik lainnya. Maka ini akan membuat seseorang hidup lebih bahagia daripada hidup berkelimpahan harta namun tanpa seorang sahabat pun.
4. Seimbang dalam pemasukan dan pengeluaran
Selain dapat menjaga dan melindungi hasil keringatnya sendiri dengan baik, maka seseorang juga harus mampu menjaga keseimbangan antara pemasukan dan pengeluarannya. Ia tidak boros dalam pengeluarannya, tetapi juga tidak pelit. Ia pandai mengatur pengeluarannya berdasarkan pemasukan yang diterima sehingga tidak besar pasak daripada tiang.
Terdapat suatu tips pengeluaran yang baik secara Buddhis, yaitu dari empat bagian pemasukan atau penghasilan seseorang, ia dapat menggunakan satu bagian untuk dinikmati sepuasnya, dua bagian untuk mengembangkan pekerjaan dan usahanya (sebagai modal usaha misalnya), dan satu bagian sisanya untuk ditabung sehingga dapat digunakan untuk keperluan mendadak.
Untuk menjaga agar pengeluaran tidak terbuang percuma, seseorang juga perlu menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan merosotnya kekayaan, yaitu suka minum minuman keras dan ketagihan obat-obatan terlarang, berkeliaran di jalanan pada waktu yang tidak pantas, mengunjungi tempat-tempat hiburan dan bermain perempuan, berjudi, pergaulan yang salah, dan kemalasan.
Hanya dengan memenuhi dan menjalankan empat tips di atas sudah dapat menjamin kebahagiaan dan kesejahteraan dalam kehidupan duniawi yang dapat dinikmati saat ini, namun sebagai seorang Buddhis empat tips berikutnya juga seharusnya dilaksanakan untuk memperoleh kebahagiaan dan kesejahteraan dalam kehidupan spiritual baik pada saat ini maupun yang akan datang.
5. Memiliki keyakinan
Keyakinan adalah landasan utama dalam kehidupan spiritual Buddhis. Dalam hal ini seseorang memiliki keyakinan terhadap Buddha sebagai guru junjungan agung semua makhluk yang telah tercerahkan sempurna, Dhamma sebagai pedoman utama dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, dan Sangha sebagai suri teladan dalam mempraktekkan ajaran Buddha tersebut. Dengan keyakinan yang demikian, ia berlindung kepada Sang Tiratana dalam pengertian yang benar, yaitu:
(a) Berlindung kepada Buddha dengan meneladani sifat belas kasih dan kebijaksanaan agung Beliau dalam kehidupan sehari-harinya.
(b) Berlindung kepada Dhamma dengan mempelajari dan mempraktekkan ajaran Sang Guru hingga merasakan manfaat nyatanya dalam kehidupan sehari-hari.
(c) Berlindung kepada Sangha dengan meneladani para siswa mulia Sang Buddha sebagai panutan praktek Dhamma dalam kehidupan sehari-hari (sesuai dengan kapasitas kita sebagai umat awamnya tentunya).
6. Berperilaku baik dan bermoral
Seseorang berperilaku baik dan bermoral dengan menjalankan lima pelatihan moral bagi umat awam Buddhis, yaitu menghindari pembunuhan, pencurian, hubungan seksual yang salah (berzinah, berselingkuh, dan berbuat asusila), ucapan tidak benar, serta ketagihan minuman keras dan obat-obatan terlarang. Tidak hanya menghindari perbuatan-perbuatan buruk ini, ia juga melakukan perbuatan-perbuatan baik dengan mengembangkan cinta kasih terhadap kehidupan semua makhluk, menghargai dan menjaga kepemilikan orang lain, menghormati dan menjaga keharmonisan hubungan pasangan, mengembangkan kejujuran dan integritas diri, serta menjaga kewaspadaan dan kesadaran setiap saat. Inilah yang disebut sempurna dalam perilaku dan moralitas yang dapat mendatangkan kebahagiaan dan kesejahteraan pada kehidupan saat ini dan kehidupan mendatang.
7. Dermawan dan suka menolong
Seorang yang dermawan berarti ia tidak kikir dan pelit, suka memberi dan berbagi baik kepada yang membutuhkan maupun untuk melepas keterikatan pada kepemilikan pribadi. Ia juga suka membantu mereka yang sedang dalam kesulitan tanpa diminta dan tanpa mengharapkan pamrih. Kebahagiaan yang diperoleh dari memberi dengan melepas dan membantu dengan kerelaan ini tidak ternilai harganya dibandingkan kebahagiaan-kebahagiaan dari pencapaian duniawi mana pun.
8. Bijaksana
Untuk hidup bahagia, tidak cukup hanya menjadi orang baik saja, tetapi juga harus bijaksana dalam menghadapi berbagai permasalahan dan realita kehidupan yang pelik di dunia ini. Ini bukan sekedar kebijaksanaan dalam menyelesaikan masalah-masalah kehidupan yang diperoleh melalui pengetahuan dan pengalaman hidup, melainkan kebijaksanaan dalam memandang berbagai fenomena kehidupan yang timbul dan lenyap sebagaimana adanya, yang tidak kekal, tidak memuaskan dan bukan diri. Kebijaksanaan ini diperoleh melalui pengembangan batin secara meditatif terhadap semua fenomena kehidupan sehingga tercapailah kebahagiaan dan kesejahteraan sejati yang melampaui semua jenis kebahagiaan dan kesejahteraan yang ada di dunia.
Inilah delapan tips untuk meraih kebahagiaan dan kesejahteraan sebagai mereka yang masih menggeluti kesibukan duniawi. Namun demikian, jika kedelapan poin di atas dijalankan dengan sempurna, tidak hanya kebahagiaan dan kesejahteraan duniawi seperti kekayaan dan kemakmuran serta kenikmatan dan kepuasan indera yang ia peroleh, tetapi juga kebahagiaan dan kesejahteraan spiritual di saat ini dan masa yang akan datang.
Langganan:
Postingan (Atom)
Kotbah terakhir SANG BUDDHA D i Hutan Sala milik Suku Malla, di antara Pohon Sala besar di dekat Kusinara, Sang Buddha memberikan kot...
-
A. KALYANAMITTA Kalyanamitta adalah sahabat sejati . Kita hendaknya dapat membedakan antara sahabat sejati dengan sahabat palsu. Ciri sa...
-
Riwayat Hidup Buddha Gotama PENDAHULUAN Keberadaan agama Buddha tidaklah terlepas dari riwayat hidup Siddhattha Gotama (S...
-
Jika seseorang ditanya: “Apakah tujuan hidup anda?”, umumnya ia akan menjawab secara singkat: “Ingin hidup bahagia dan sejahtera.” Demikia...