Jumat, 15 September 2017

SYAIR-SYAIR KEMBAR - Yamaka Vagga




1.
(1)
Pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu,
pikiran adalah pemimpin,
pikiran adalah pembentuk.
Bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran jahat,
maka penderitaan akan mengikutinya,
bagaikan roda pedati mengikuti langkah kaki lembu yang menariknya.

2.
(2)
Pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu,
pikiran adalah pemimpin,
pikiran adalah pembentuk.
Bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran murni,
maka kebahagiaan akan mengikutinya,
bagaikan bayang-bayang yang tak pernah meninggalkan bendanya.

3.
(3)
“Ia menghina saya,
ia memukul saya,
ia mengalahkan saya,
ia merampas milik saya.”
Selama seseorang masih menyimpan pikiran seperti itu,
maka kebencian tak akan pernah berakhir.

4.
(4)
“Ia menghina saya,
ia memukul saya,
ia mengalahkan saya,
ia merampas milik saya.”
Jika seseorang sudah tidak lagi menyimpan pikiran-pikiran seperti itu,
maka kebencian akan berakhir.

5.
(5)
Kebencian tak akan pernah berakhir,
apabila dibalas dengan kebencian.
Tetapi, kebencian akan berakhir,
Bila dibalas dengan tidak membenci.
Inilah satu hukum abadi.

6.
(6)
Sebagian besar orang tidak mengetahui bahwa,
dalam pertengkaran mereka akan binasa;
tetapi mereka,
yang dapat menyadari kebenaran ini;
akan segera mengakhiri semua pertengkaran.

7.
(7)
Seseorang yang hidupnya hanya ditujukan pada hal-hal yang menyenangkan,
yang inderanya tidak terkendali,
yang makannya tidak mengenal batas,
malas serta tidak bersemangat,
maka Mara (Penggoda) akan menguasai dirinya.
bagaikan angin yang menumbangkan pohon yang lapuk.

8.
(8)
Seseorang yang hidupnya tidak ditujukan pada hal-hal yang menyenangkan,
yang inderanya terkendali,
sederhana dalam makanan,
penuh keyakinan serta bersemangat,
maka Mara (Penggoda) tidak dapat menguasai dirinya.
bagaikan angin yang tidak dapat menumbangkan gunung karang.

9.
(9)
Barang siapa yang belum bebas,
dari kekotoran-kekotoran batin.
yang tidak memiliki pengendalian diri,
serta tidak mengerti kebenaran.
sesungguhnya tidak patut,
ia mengenakan jubah kuning.

10.
(10)
Tetapi, ia yang telah dapat,
membuang kekotoran-kekotoran batin,
teguh dalam kesusilaan.
memiliki pengendalian diri.
serta mengerti kebenaran.
maka sesungguhnya ia patut,
mengenakan jubah kuning.

11.
(11)
Mereka yang menganggap,
ketidak-benaran sebagai kebenaran.
dan kebenaran sebagai ketidak-benaran.
maka mereka yang mempunyai,
pikiran keliru seperti itu,
tak akan pernah dapat,
menyelami kebenaran.

12.
(12)
Mereka yang mengetahui,
kebenaran sebagai kebenaran.
dan ketidak-benaran sebagai ketidak-benaran,
maka mereka yang mempunyai,
pikiran benar seperti itu,
akan dapat menyelami kebenaran.

13.
(13)
Bagaikan hujan,
yang dapat menembus rumah beratap tiris.
demikian pula nafsu,
akan dapat menembus pikiran yang tidak dikembangkan dengan baik.

14.
(14)
Bagaikan hujan,
yang tidak dapat menembus rumah beratap baik.
demikian pula nafsu,
tidak dapat menembus pikiran yang telah dikembangkan dengan baik.

15.
(15)
Di dunia ini ia bersedih hati.
di dunia sana ia bersedih hati.
pelaku kejahatan akan bersedih hati,
di kedua dunia itu.
ia bersedih hati dan meratap,
karena melihat perbuatannya sendiri,
yang tidak bersih.

16.
(16)
Di dunia ini ia bergembira.
Di dunia sana ia bergembira.
Pelaku kebajikan,
bergembira di kedua dunia itu.
Ia bergembira dan bersuka cita karena,
melihat perbuatannya sendiri yang bersih.

17.
(17)
Di dunia ini ia menderita.
Di dunia sana ia menderita.
Pelaku kejahatan menderita di kedua dunia itu.
Ia meratap ketika berpikir,
“Aku telah berbuat jahat,”,
dan ia akan lebih menderita lagi,
ketika berada di alam sengsara.

18.
(18)
Di dunia ini ia bahagia.
Di dunia sana ia berbahagia.
Pelaku kebajikan,
berbahagia di kedua dunia itu.
Ia akan berbahagia ketika berpikir,
“Aku telah berbuat bajik”,
dan ia akan lebih berbahagia lagi,
ketika berada di alam bahagia.

19.
(19)
Biarpun seseorang banyak membaca kitab suci,
tetapi tidak berbuat sesuai ajaran,
maka orang lengah itu,
sama seperti gembala sapi yang menghitung sapi milik orang lain.
Ia tak akan memperoleh,
manfaat kehidupan suci.

20.
(20)
Biarpun seseorang sedikit membaca kitab suci,
tetapi berbuat sesuai dengan ajaran,
menyingkirkan nafsu indria,
kebencian dan ketidaktahuan,
memiliki pengetahuan benar,
dan batin yang bebas dari nafsu,
tidak melekat pada apapun,
baik di sini maupun di sana;
maka ia akan memperoleh,
manfaat kehidupan suci.

5 fakta menarik dalam Buddhisme yang kita kenal Agama Buddha

Gambar terkait
1.       Agama Buddha sebenar nya bukanlah agama, melainkan filsafat. Karena agama mengharuskan untuk percaya sedangan Buddha sendiri tidak menyuruh kita untuk percaya melainkan Ehipasshiko yaitu datang, lihat dan buktikan sendiri. apakah ajaran nya benar? apakah berguna buat anda? apakah tidak merugikan makluk lain? Sekiranya benar ada nya bermanfaat untuk anda maka anda boleh menerima nya. Apabila anda tidak merasa berguna dan tidak masuk akal Buddha menyuruh kita untuk tidak percaya. Tiada paksaan bagi kita untuk percaya, the choice is yours, Buddha hanya menunjukan jalan nya saja, Tinggal kita punya kesadaran engga buat jalanin nya

       Aku tidak mengajar untuk menjadikan mu muridku,
       aku tidak tertarik menjadikan mu muridku,
       aku bahkan tak tertarik mengubah tujuan hidupmu,
       karena setiap orang ingin lepas dari penderitaan.
       Cobalah apa yang aku temukan ini dan nilai lah oleh dirimu sendiri
       jika itu baik bagimu terimalah, jika tidak jangan engkau terima.
       (Buddha Sakyamuni)


        Tidak berbuat kejahatan,
        banyak berbuat kebajikan,
        sucikan hati dan pikiran,
        ini adalah inti ajaran para Buddha

2.       Umat Buddha bukan lah penyembah patung, dalam Buddhisme sering kali umat lain mengganggap agama Buddha penyembah berhala, sesat dan lain2. Sebenarnya patung yang kita sujudt  itu hanya visualisasi simbol dari Buddha, kita bersujud hanya berhormat pada "Jasa" Buddha yang telah menjadi "Guru" (bukan Tuhan). Layak nya kita menghormat bendera merah putih tuk menghormat "Jasa" pahlawan bukan memberhalakan pahlawan yang telah gugur.

3.       Tuhan dalam Buddhisme adalah yang tak terdefinisikan, Buddha mengajaran  Tuhan itu adalah sesuatu yang tak diciptakan, tak berawal, tak berbentuk, kosong tapi ada, ada tapi kosong... Manusia belum sampai pengetahuan dan kuasa untuk tahu apa itu Tuhan, tapi hanya bisa di selami, diketahui untuk yang batin nya sudah tercerahkan, tersadarkan..

4.       Semua orang bisa jadi Buddha? caranya? mengikuti 8 jalan kebenaran
1.       Pandangan Benar
Cara yang tepat untuk berpikir tentang hidup adalah melihat dunia melalui mata Sang Buddha  dengan kebijaksanaan dan belas kasihan.
2.       Pikiran Benar
Kita adalah apa yang kita pikirkan. Pikiran-pikiran yang jernih dan baik membangun karakter-karakter yang baik dan kuat.
3.       Ucapan Benar
Dengan mengucapkan kata-kata yang baik dan bermanfaat, kita dihormati dan dipercaya oleh semua orang.
4.       Perilaku Benar
Tidak peduli apa yang kita katakan, orang lain mengenal kita dari cara kita berperilaku. Sebelum kita mengkritik orang lain, pertama-tama kita harus melihat kelakuan kita sendiri.
5.       Penghidupan Benar
Ini berarti memilih pekerjaan yang tidak menyakiti orang lain.
Sang Buddha berkata, "Jangan mencari nafkah Anda dengan merugikan orang lain.
Jangan  mencari kebahagiaan dengan membuat orang lain tidak bahagia."
6.       Usaha Benar
Sebuah kehidupan yang berharga berarti melakukan yang terbaik setiap saat dan memiliki niat baik terhadap orang lain. Ini juga berarti tidak menyia-nyiakan upaya pada hal-hal yang merugikan diri sendiri dan orang lain.
7.       Perhatian Benar
Ini berarti sadar akan pikiran, kata-kata, dan perbuatan kita.
8.       Konsentrasi Benar
Fokus pada satu pikiran atau objek pada satu waktu. Dengan melakukan ini, kita bisa tenang dan mencapai kedamaian pikiran yang sejati.

Dan bukan hanya itu saja kita harus berkesadaran tinggi dan melenyapkan tiga akar kejahatan yaitu nafsu kemelekatan duniawi, kebencian dan kebodohan batin.

Ini adalah cara untuk mengakhiri reinkarnasi yang terus menerus, reinkarnasi yang terus menerus adalah penderitaan, pangeran Sidharta pun muak lalu ia meditasi sampai pencerahan dan menjadi Buddha, nah dalam Buddhisme, surga dan neraka pun tidak kekal semua tergantung karma yang kita buat, setelah karma kita semua berbuah disana kita terlahir kembali menjadi manusia atau mahkluk lain nya, Kecuali sang Buddha yang telah mencapai Nibbana yang telah kekal, yang merupakan kebahagiaan sejati untuk selama lamanya.

5.      Sebagian umat awam melihat kelenteng, barongsai, naga, hio, dupa dan lain2 sebenar nya bukan lau  pure Buddhisme, melainkan asimilasi tradisi dari China, semasa Buddha hidup dia tak pernah minta di buatin patung, minta di sembah dan lain-lain.

FAQ:
 
Dalam agama Buddha dipercayai bahwa adanya suatu proses kelahiran kembali (Punabbhava). Semua makhluk hidup yang ada di alam semesta ini akan terus menerus mengalami tumimbal lahir selama makhluk tersebut belum mencapai tingkat kesucian Arahat. Alam kelahiran ditentukan oleh karma makhluk tersebut; bila ia baik akan terlahir di alam bahagia, bila ia jahat ia akan terlahir di alam yang menderitakan. Kelahiran kembali juga dipengaruhi oleh Garuka Kamma yang artinya karma pada detik kematiannya, bila pada saat ia meninggal dia berpikiran baik maka ia akan lahir di alam yang berbahagia, namun sebaliknya ia akan terlahir di alam yang menderitakan, sehingga segala sesuatu tergantung dari karma masing-masing.






Jumat, 08 September 2017

Kebencian Pencuri Kebahagiaan


Hasil gambar untuk kebencian dalam buddha
Kita hidup berbahagia karena tanpa membenci di tengah-tengah orang yang penuh kebencian.
Di antara orang-orang yang saling membenci kita hidup tanpa kebencian.
(Dhammapada, Sukha Vagga 197)

   Kebencian atau dosa dalam bahasa Pāḷi merupakan salah satu bentuk kekotoran batin yang menjadi akar dari kejahatan, selain lobha (keserakahan) dan moha (kegelapan batin). Dengan adanya kebencian yang muncul dalam diri seseorang, maka akan memunculkan kemarahan, iri hati, jengkel, dan dendam, sehingga perbuatan yang dilakukan lewat tubuh, ucapan, dan pikiran menjadi tidak terkendali dan tidak sesuai dengan Dhamma ajaran Buddha, misalnya ucapannya kasar, dengan tangannya ia memukul, pikirannya menjadi keruh, penuh dendam, dan mengharapkan orang lain celaka.

Dalam hidup ini tentu kita semua pernah mengalami dibenci oleh seseorang atau bahkan membenci seseorang. Dibenci seseorang bukanlah merupakan keburukan atau kejahatan, melainkan merupakan buah atau akibat dari perbuatan buruk yang sudah kita lakukan di waktu lampau (kamma vipāka), jadi kita tidak perlu takut akan hal ini. Sedangkan membenci seseorang inilah yang merupakan keburukan/kejahatan, jadi takutlah akan hal ini.

Sebab munculnya kebencian

Apakah yang membuat munculnya kebencian dalam diri? Penyebab munculnya kebencian adalah karena kita pernah dirugikan orang lain, sedang dirugikan orang lain, dan akan dirugikan orang lain. Selain itu kebencian bisa muncul dalam diri adalah karena seseorang yang kita sayangi pernah dirugikan orang lain, sedang dirugikan orang lain, dan seseorang yang kita sayangi akan dirugikan orang lain, atau karena orang yang tidak kita sukai pernah dibantu orang lain, sedang dibantu orang lain dan karena orang yang tidak kita sukai akan dibantu orang lain, atau karena iri hati, merasa tidak senang atau tidak suka dengan kebahagiaan makhluk lain, atau karena merasa tersinggung/ terganggu sehingga seseorang menjadi marah dan penuh kebencian. Hal ini tentunya disebabkan karena besarnya ego/keakuan di dalam diri seseorang.

Akibat dan kerugian seseorang yang memiliki sifat kebencian

Seseorang yang mempunyai sifat membenci, marah, jengkel atau mempunyai sifat pendendam, ada beberapa kerugian yang akan diterimanya. Dalam kitab suci Aṅguttara Nikāya, Buddha menjelaskan akibat dan kerugian bagi seseorang yang memiliki sifat membenci, yaitu;

1. Ia akan kelihatan jelek meskipun berbusana rapi.

2. Ia akan terbujur kesakitan (tidak bisa tidur nyenyak meskipun tidur di kasur yang empuk sekalipun).

3. Ia hanya akan melakukan perbuatan yang akan membawa pada kerusakan dan penderitaan.

4. Ia akan menghabiskan kekayaan yang diperolehnya dengan susah payah dan bahkan bisa berurusan dengan hukum.

5. Ia akan kehilangan nama baiknya.

6. Ia akan dijauhi teman, saudara dan orang-orang yang dikasihinya.

7. Setelah meninggal dan tubuhnya hancur akan terlahir di alam yang menderita.

Kalau kita mau merenungkan lebih dalam, sesungguhnya tidak ada untungnya kita menyimpan kebencian, kejengkelan, kemarahan maupun dendam di dalam diri, karena hal ini akan membuat diri sendiri jauh dari kedamaian, ketenangan dan kebahagiaan. Lebih lanjut ketika seseorang menyimpan kebencian, kejengkelan atau dendam dalam dirinya dan memiliki niat buruk atau jahat kepada orang lain, sebelum ia mencelakai orang lain dengan kemarahannya, sesungguhnya ia telah melukai dan menyakiti dirinya sendiri. Hal ini diibaratkan seperti kita meraup arang yang sedang membara untuk melempar orang lain, tangan kitalah yang akan terbakar terlebih dahulu sebelum kita sempat mencelakai orang lain. Hal itu sama dengan kita meraup kotoran untuk melempar orang lain, tentu tangan kita sendiri yang lebih dulu berbau kotoran busuk sebelum sempat dilemparkan ke orang lain. Jadi, singkirkan dan buanglah jauh-jauh kebencian di dalam diri, karena dengan demikian kita akan menjadi damai, tenang, dan bahagia.

Cara mencegah munculnya kebencian

Kebencian adalah sikap mental yang tidak sehat dan hanya menyebarkan kegelapan dan menghalangi pengertian benar. Kebencian merintangi; kasih membebaskan. Kebencian mencekik; kasih melapangkan. Kebencian membawa kegetiran; kasih membawa damai. Kebencian menghasut; kasih menenangkan, melegakan, menghangatkan. Kebencian memisahkan; kasih menyatukan. Kebencian membawa kekerasan; kasih melembutkan. Kebencian menjatuhkan; kasih menolong. Dengan menyadari nilai-nilai kasih, kita seharusnya menghilangkan kebencian.

Dalam kitab suci Aṅguttara Nikāya V, 161. Buddha menjelaskan ada lima hal yang bisa kita lakukan untuk menghilangkan kebencian, yaitu:

1. Mettā: Cinta kasih harus dikembangkan.

2. Karuṇā: Welas asih/belas kasihan harus dikembangkan.

3. Upekkhā: Keseimbangan batin harus dikembangkan.

4. Asati-amanasikara: Berusaha melupakan kebencian itu.

5. Kammasakata: Merenungkan tentang kepemilikan kamma masing-masing (tanggung jawab kamma).

Dengan sering kita memancarkan mettā di dalam diri kepada semua makhluk, maka kebencian tidak akan masuk ke dalam batin, sehingga kita tidak akan menjadi marah, jengkel, dendam, dan penuh kebencian. Selain itu ada banyak manfaat yang bisa kita peroleh dengan sering mengembangkan mettā. Hal ini dijelaskan oleh Buddha dalam Kitab Suci Aṅguttara Nikāya XI, 16. Ada sebelas manfaatnya, yaitu: Tidur dengan nyenyak. Tidak ada mimpi buruk. Dicintai oleh manusia. Dicintai oleh makhluk bukan manusia (binatang, makhluk halus, dan lain-lain). Akan dilindungi para dewa. Api, racun dan senjata tidak bisa melukainya. Pikirannya mudah terkonsentrasi. Kulit wajahnya jernih. Akan meninggal dengan tenang (tidak bingung). Jika tidak menembus lebih tinggi, maka akan terlahir kembali di alam brahma.

Oleh karena itu, marilah bersama-sama menjauhkan diri dan meninggalkan kebencian di dalam diri dan selalu mengembangkan cinta kasih/ mettā setiap saat. Cara yang paling mudah untuk mengembangkan mettā adalah dengan sering-sering mengucapkan perenungan kata-kata di dalam batin kita demikian; “semoga semua makhluk hidup berbahagia, semoga semua makhluk hidup berbahagia” kapanpun dan dimanapun kita berada, baik pada waktu kita sedang duduk, berdiri, berjalan maupun berbaring. Atau dapat juga dengan membaca paritta Karaṇīyamettā Sutta atau Khandha Paritta beserta artinya.

Jangan biarkan kebahagiaan kita menjadi berkurang bahkan hilang hanya karena kebencian, kemarahan, kejengkelan, dendam atau iri hati muncul dalam batin kita. Semoga kita semua terbebas dari dibenci dan membenci, terbebas dari didengki dan mendengki, terbebas dari menyakiti dan disakiti, terbebas dari penderitaan batin dan jasmani, terbebas dari iri hati, keserakahan, dan kegelapan batin.

Kotbah terakhir SANG BUDDHA D i Hutan Sala milik Suku Malla, di antara Pohon Sala besar di dekat Kusinara, Sang Buddha memberikan kot...